Details

Added by on 2015-09-28

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan perkataan dari Abdullah bin Abas bahwa Allah memberi petunjuk bagi penduduk langit dan bumi. Sedangkan Mujahid dan Ibnu Abas berkata, yaitu Yang mengatur urusan di langit dan di bumi, mengatur bintang-bintang, matahari dan bulan. Abu Ja’far ar-Razi meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab tentang firman Allah tersebut, yaitu orang mukmin yang Allah tumbuhkan iman dan al-Qur’an dalam hatinya. (Tafsir Ibnu Katsir)

Perumpamaan cahayaNya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. As-Sa’di menafsirkan bahwa perumpamaan cahaya Allah adalah al-Qur’an dan keimanan yang ada di hati kaum mukminin (Tafsir as-Sa’di). Ada dua pendapat berkaitan dengan kata ganti orang ketiga dalam potongan ayat perumpamaan cahayaNya;

  • Kata ganti tersebut kembali kepada Allah, yaitu perumpamaan hidayah Allah dalam hati seorang mukmin seperti misykah (lubang yang tidak tembus). Pendapat ini dikatakan oleh Ibnu Abas.
  • Kata ganti tersebut kembali kepada orang mukmin yang disebutkan dalam konteks kalimat, yaitu, perumpamaan cahaya yang ada dalam hati seorang mukmin seperti misykah. Hati seorang mukmin disamakan dengan fithrahnya, yaitu hidayah dan cahaya al-Qur’an.

Allah menyamakan kemurnian hati seorang mukmin dengan lentera dari kaca yang tipis dan menegkilat, menyamakan hidayah al-Qur’an dan syariat yang dimintanya dengan minyak zaitun yang bagus lagi jernih bercahaya dan tegak, tidak kotor dan tidak bengkok. Makna misykah (lubang yang tidak tembus) yang paling populer adalah tempat lampu pada sumbu. Sedangkan makna ayat yang didalamnya ada pelita besar adalah cahaya yang ada didalam lentera. Ubay bin Ka’ab mengatakan al-Mishbah adalah cahaya, yaitu al-Qur’an dan iman yang ada dalam hati seorang mukmin. (Tafsir Ibnu Katsir)

Pelita itu di dalam kaca, cahaya tersebut memancar dalam kaca yang bening. Ubay bin Ka’ab dan para ulama lainnya mengatakan: “Maksudnya adalah perumpamaan hati seorang mukmin”. (Dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkah, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), pohon yang penuh barakah tersebut adalah pohon zaitun. Tempat tumbuhnya bukan disebelah timur hingga tidak terkena sinar matahari di awal siang dan bukan pula di sebelah barat hingga tertutupi bayangan sebelum matahari terbenam. Namun letaknya di tengah, terus tersinari matahari dari pagi sampai sore hari hingga minyak yang dihasilkan jernih, dan bercahaya. Ubay bin Ka’ab berkata, “Demikianlah seorang mukmin yang terpelihara dari fitnah-fitnah. Adakalanya seorang mukmin terkena fitnah, namun Allah meneguhkannya, ia selalu berada dalam empat keadaan berikut; jika berkata ia jujur, jika menghukum ia berlaku adil, jika diberi cobaan ia bersabar dan jika diberi ia bersyukur. Keadaannya diantara manusia lainnya seperti seperti orang yang hidup berjalan ditengah-tengah kuburan orang yang sudah mati”. Zaid bin Aslam berkata, maksud firman Allah yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), adalah negeri Syam.

Yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan, “Yakni disebabkan kilauan minyak yang bercahaya”. Cahaya diatas cahaya (berlapis-lapis), Al-Aufi meriwayatkan dari Abdullah bin Abas, bahwa maksudnya adalah iman seorang hamba dan amalnya. Ubay bin Ka’ab berkata, “(Orang mukmin) tidak lepas dari lima cahaya, perkataannya adalah cahaya, amalnya adalah cahaya, tempat masuknya adalah cahaya, tempat keluarnya adalah cahaya, tempat kembalinya pada hari kiamat adalah cahaya yaitu surga”. Sedangkan as-Sudi mengatakan, “Maksudnya adalah cahaya api dan cahaya minyak apabila bersatu akan bersinar, keduanya tidak akan bersinar bila tidak bergabung. Demikian juga cahaya al-Qur’an dan cahaya iman, keduanya tidak akan bercahaya kecuali bila keduanya bersatu.”

Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, Allah membimbing manusia kepada hidayah atas siapa yang ia kehendaki sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam ahmad, dari Abdullah bin Amr bahwa ia mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan makhluknya dalam kegelapan, kemudian Allah memberi cahayaNya kepada mereka. Barangsiapa mendapatkan cahayaNya pada saat itu, berarti ia telah mendapat petunjuk dan barang siapa tidak mendapatkannya berarti ia telah sesat. Oleh karena itu katakanlah’al-Qur’an (penulis takdir) dari ilmu Allah telah kering.’”
Demikian Allah menjelaskan dengan begitu indah perumpamaan cahayaNya bagi kaum mukminin. Semoga Allah selalu menyinari hati kita dengan cahaya hidayah dan menyelamatkan kita dari gelapannya kesesatan. Wallahu a’lam bish shawab.

Category:

Murottal

Comments are closed.